GEOKEPRI
Kamis, 14 September 2023, September 14, 2023 WIB
Last Updated 2023-09-15T09:19:59Z
BP BATAMPulau RempangVideo

BP BATAM, Benarkah Kurang Komunikasi Dengan Rakyat ?



BATAM|Sebanyak 43 orang diamankan polisi pascabentrokan masyarakat Melayu dan polisi terkait penolakan relokasi warga Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Sejumlah warga diamankan karena diduga melempari petugas hingga melakukan perusakan saat bentrokan itu terjadi.


Awal peristiwa unjuk rasa masyarakat, Akibat Konflik lahan, bermula dari Surat DPRD Kota Batam bertanggal 17 Mei 2004. Surat tersebut berisi persetujuan masuknya investasi baru ke pulau Rempang yang ditandatangani Ketua DPRD Batam saat itu, Taba Iskandar atas rekomdasi enam frasi di DPRD.


Surat itu merupakan surat persetujuan yang diajukan Pemkot Batam untuk mengembangkan Pulau Rempang menjadi kawasan terapdu, perdagangan, jasa, industri dan pariwisata yang dinamakan Rempang Eco City.


Ribuan warga yang tergabung dalam masyarakat Melayu menggelar unjuk rasa di depan Kantor BP Batam Center, Kota Batam, Senin tanggal 11 September 2023.


Massa aksi menuntut agar membebaskan 7 orang Melayu yang ditahan di Polresta Barelang, dengan tanpa syarat. dan Penolakan Relokasi Rempang Galang Batam 


Pada waktu tanggal 7 septeber 2023 dirempang terjadi kericuhan, yang mengakibatkan para pelajar menjadi korban Terkena Gas Air Mata dan warga terluka.


Dalam persitiwa yang terjadi menjadi sorotan publik termasuk presiden Jokowi Widodo, Presiden Jokowi menilai kurangnya komunikasi terhadap masyarakat Rempang.


Dalam catatan GeoKepri situasi permasalahan Relokasi lahan dikota Batam tidak hanya di rempang.


Permasalahan Relokasi di tengah masyarakat kota Batam Selama tahun 2023.


Permasalahan pembangunan kavling di kecamatan Bengkong  Batam, dimana warga menolak pembangunan kavling di Lahan rawan longsor. Ke DPRD Kota Batam .


Namun pada saat RDP Rapat dengar pendapat, perwakilan BP BATAM tidak hadir. hingga pihak pengembang dengan anggota DPRD sempat memanas.




Dan Begitu juga permasalahan pemukiman warga Tembesi Tower.dimana masyarakat mengadukan ke pastihan hukum ke DPRD kota Batam.


Melalui komisi I DPRD kota Batam Melakukan RDP rapat dengar pendapat dengan masyarakat Tembesi Tower yang dihadiri masyarakat dan pihak pengembang.



Rapat dengar pendapat tentang sengketa pemilikan lahan antara masyarakat Tembesi-tower dihentikan DPRD Kota Batam yang dipimpin Ketua DPRD Kota Batam Nuryanto, SH, MH Selasa (5/9-2023) bertempat di gedung DPRD Kota Batam di karenakan PT. TPM tidak dapat membuktikan legalitas kepemilikan atas lahan yang disengketakan.


Hal ini terungkap ketika kuasa hukum masyarakat dan DPRD meminta pihak PT. TPM menunjukkan legalitas kepemilikan lahan atas Perkampungan Tembesi Tower. PT. TPM hanya mampu menunjukkan PL atas jual beli peralihan antara PT. TPM dengan PT. Vinsen yang menurut Nuryanto Ketua DPRD sudah wanprestasi dan tidak bisa menjadi pegangan mengklaim bahwa lahan tersebut miliknya sesuai aturan yang dikeluarkan BP Batam.

Namu di  sayangkan  BP Batam di mana yang mengeluarkan izin relokasi tidak hadir pada saat rapat dengar pendapat.


Yang seharunya sebagai pengawasan dan koordinasi BP Batam, selaku badan yang bertugas dan berwenang di bidang perizinan pembinaan dan pengawasan kegiatan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan dan pemegang hak pengelolaan tanah di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam.


Hingga pimpinan rapat anggota DPRD kota Batam Nuryanto menyesalkan sikap BP BATAM yang seharunya menjelaskan kepada masyarakat tentang masalah Relokasi pemukiman Tembesi Tower.(ns)